Makara ; mahluk penjaga gerbang . Biasanya ditemukan dalam pahatan pintu-pintu candi. Dan percayakah Anda bahwa setiap manusia memiliki 'penjaga gerbang'nya sendiri? Jika Anda bertanya soal kalimat itu, Anda harus curiga kemana nurani Anda pergi! Sebab, itulah, sang nurani, penjaga gerbang Anda ; batas antara dua sisi berbeda yang ada dalam setiap manusia - jiwa dan raganya. Itu pula sebabnya, kata 'Bacalah' - kata pertama dalam ayat pertama, surat pertama pada kitab suci saya tidak selalu berarti begitu. Jadi mulailah mencari arti yang sebenarnya. Walau terdengar absurd...

Jumat, 21 Oktober 2011

SAWANOBORI ; AGAINTS ALL ODDS!

Masih ingat aturan pertama saat tersesat ketika turun gunung? Ya, jangan mengikuti aliran sungai. Sebab, ujar almarhum Norman Edwin dalam buku mahsyurnya Mendaki Gunung Sebuah Tantangan Petualangan ; Kalau terpaksa keluar dari lintasan yang ada, selalu jalan di atas punggung-punggung gunung. Hindari jalan di ceruk-ceruk atau mengikuti sungai-sungai di bawah punggung gunung. Sungai memang nampaknya menunjuk arah yang gampang dilalui untuk ke bawah, tetapi mengikutinya berbahaya sekali. Sungai-sungai di gunung seringkali berupa tebing-tebing curam dan membentuk air terjun, sehingga sukar dituruni tanpa alat-alat khusus. Banyak kecelakaan yang dibuat seorang pendaki pemula karena kesalahan mengikuti sungai di gunung.

Tentu saja, pendaki berpengalaman akan bersikap kritis soal ini. Dan seperti nya, almarhum juga paham dan tidak lantas menjadikan kalimatnya sebagai kredo mati. Sebab, misalnya, bagaimana kalimat itu disikapi di sebuah big-snow-mountain seperti gunung-gunung di pegunungan Himalaya? Atau, apakah kalimat itu juga berlaku bagi sekelompok pendaki gunung yang tersesat namun membawa perlengkapan sangat memadai? Jadi, Anda tentu saja boleh mengambil kesimpulan sendiri.

Yang jelas bukan soal turun gunung mengikuti sungai yang ingin saya bicarakan. Namun, kebalikannya ; mendaki gunung mengikuti aliran sungai!
Ini memang cabang mendaki gunung yang belum populer di Indonesia. Padahal di negara asalnya, Jepang, mendaki gunung lewat jalan setapak biasa dianggap turist activity. Para pendaki gunung Jepang mengenal cabang ini, SAWANOBORI. Sawa, artinya gunung. Selain di Jepang, Sawanobori juga popular di Taiwan dan Hongkong. Bagi penggila Sawanobori, Jepang dan Taiwan adalah Himalaya mereka.

Sekarang, kembangkan imajinasi Anda!

Sebuah sungai, di gunung tropis. Aliranya deras,dingin, lembab, genit meliuk-liuk melewati medan yang dihampari bebatuan beragam ukuran. Terkadang, ya… membentuk air terjun. Atau celah tebing batu. Dan Anda, harus berjalan melewati itu semua – sambil membawa ransel berisi semua peralatan mendaki yang biasa Anda bawa - hingga menemukan titik sumber air sungai itu.

Sounds crazy? Nope! Sounds like adventure!

Pikirkan ini : River trekking is a combination of trekking and climbing and sometimes swimming along the river. It involves particular techniques like rock climbing, climbing on wet surfaces, understanding the geographical features of river and valleys, knotting, dealing with sudden bad weather and finding out possible exits from the river. – Wikipedia.(Menjelajah sungai adalah kombinasi penjelajahan dan pendakian serta kadang-kadang berenang sepanjang sungai. Mencakup teknik-teknik panjat tebing, memanjat di bidang basah, pemahaman medan dan bentukan sungai serta lembah, tali-temali juga berhadapan dengan perubahan cuaca mendadak serta menemukan jalan keluar yang paling memungkinkan dari sungai)

Jadi, pertama-tama, Anda akan basah kuyup! Di kota yang telanjang dari sengatan matahari, debu-debu dan asap sisa pembakaran kendaraan bermotor, basah kuyup oleh air dingin bisa terasa menyenangkan. Di pegunungan atau dataran tinggi, basah kuyup bisa menjadi pembeda antara hipotermia dan sehat wal afiat. Jadi, Sawanobori adalah sebuah bentuk ekstrimitas dari konsep mendaki gunung pada umumnya. Sebuah konsep yang mengangkangi aturan-aturan baku mendaki gunung ; againts all odds!

Tentu saja, ekstrimitas tidak selalu buruk. Toh, para pelaku Sawanobori justru lebih ketat menerapkan standar keselamatan dan keamanan. Di Jepang, sebuah aturan biasa bagi klub-klub Sawanobori untuk mengeluarkan izin bagi setiap perjalanan yang dilakukan anggotanya. Bahkan jika perjalanan itu hanya memakan waktu satu hari tanpa menginap. Jika tidak, Anda akan melakukan Sawanobori sendirian sepanjang hidup Anda, karena klub Anda akan mengeluarkan informasi yang membuat Anda dikenal sebagai pegiat Sawanobori yang tidak patuh pada standar keamanan dan keselamatan. Anda juga akan dicekal – tidak diizinkan melakukan Sawanobori di manapun di Jepang Berlebihan? Silahkan perdebatkan sendiri. Yang pasti, Sawanobori memang menyodorkan tantangan yang tidak bisa dihadapi dengan kalimat sederhana macam kalimat yang sering diucapkan para pendaki gunung, “Naik gunung yuk! Berangkaaat…”

Selain air dan basah kuyup, Sawanobori menghadirkan bahaya lewat curamnya medan. Hamparan batu-batu, membuat Anda harus menggunakan semua anggota badan untuk melaluinya. Itu jika medannya masih bisa dilalui dengan kaki. Ketika sungai mendadak terhenti oleh tebing tinggi, Anda membutuhkan lebih dari sekedar berjalan dan merangkak serta anggota tubuh. Anda membutuhkan keterampilan memanjat tebing (yang pasti basah) dan peralatan yang baik. Jadi, ini memang bukan sebuah petualangan asal jalan. Ini sebuah kegitan yang membutuhkan perencanaan matang ; kesiapan mental fisik, riset medan, perencanaan rute, emergency scenario, perencanaan dokumentasi dan seterusnya. Tanpa itu, Anda hanya akan berbasah-basah tanpa tujuan - padahal mandi (di WC umum pun) punya tujuan sederhana membersihkan badan.

Sawanobori di Indonesia
Di Jepang dan Taiwan, Sawanobori menjadi kegiatan popular yang dipilih para pendaki gunung yang membutuhkan tantangan lebih besar, namun bisa dilakukan dengan waktu relatif lebih singkat dan biaya yang juga relatif lebih murah – dibandingkan harus trekking di Kanchenjunga, misalnya. Jepang dan Taiwan memang memiliki kontur pegunungan yang dihiasi banyak aliran sungai, besar, sedang dan kecil. Debit airnya relatif stabil namun bisa berubah dengan cepat.

Kontur pegunungan dan gunung-gunung di Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda. Malah ada beberapa kelebihan, misalnya udara dan cuara yang relatif lebih hangat. Di Jepang yang lebih dingin, salah satu peraturan standar bagi para pelaku Sawanobori adalah memakai pakaian anti-basah. Kelebihan lain, sungai-sungai di Indonesia banyak yang belum dijelajahi dengan teknik ini. Jadi, kemungkinan untuk menemukan keindahan dari keaslian sungai, masih sangat besar. Poin keindahan dan keaslian ini penting. Siapa tahu bisa dijual untuk petualangan wisata. Selain itu, Sawanobori juga memungkinkan para pegiat alam bebas belajar memetakan sungai di gunung-gunung. Ini bisa menjadi informasi yang penting dan berharga untuk tujuan konservasi, SAR dan itu tadi... jualan wisata.

Jadi, tantangan saya untuk Anda setelah mencicipi Sawanobori adalah bagaimana mempopulerkan kegiatan ini secara positif ke komunitas pegiat alam bebas. Agar mereka lebih mengenal sungai sebagai sebuah ekosistem yang unik. Agar mereka bisa lebih mencintai dan – lebih penting lagi – menghormatinya (sebelum sungai-sungai itu masuk kota dan dijejali sampah). Sebab, selama ini, selain untuk arung jeram, sungai-sungai kita lebih sering dijadikan tempat untuk merendam calon anggota baru klub-klub pegiat alam bebas. Itu pun sambil diomelin! (Photo:Peek)


2 komentar: