Makara ; mahluk penjaga gerbang . Biasanya ditemukan dalam pahatan pintu-pintu candi. Dan percayakah Anda bahwa setiap manusia memiliki 'penjaga gerbang'nya sendiri? Jika Anda bertanya soal kalimat itu, Anda harus curiga kemana nurani Anda pergi! Sebab, itulah, sang nurani, penjaga gerbang Anda ; batas antara dua sisi berbeda yang ada dalam setiap manusia - jiwa dan raganya. Itu pula sebabnya, kata 'Bacalah' - kata pertama dalam ayat pertama, surat pertama pada kitab suci saya tidak selalu berarti begitu. Jadi mulailah mencari arti yang sebenarnya. Walau terdengar absurd...

Selasa, 25 September 2012

URBAN SURVIVAL KITS VS TUHAN : Ya Menang Tuhan Laaah!


Beberapa tahun lalu, saat ikut pelatihan SAR, seorang teman menyodorkan buku Urban Survival. Isinya bagus. Soal cara dan teknik bertahan hidup di daerah perkotaan saat bencana.  Memang tidak ada hubungannya dengan pendidikan yang sedang saya ikuti. SAR ya SAR. Tapi tidak ada SAR kalau tidak ada bencana dan korban. Nah, buku ini, adalah soal bagaimana korban bisa bertahan hidup sampai pertolongan datang.

Kalau saya menganggap bagus, itu karena saya sadar bahwa saya, keluarga saya, teman-teman saya bersama orang-orang yang tidak saya kenal, hidup di sebuah negeri rawan bencana. Indonesia itu menempati urutan ke 3 rawan banjir. Ke 2 rawan gempa dan tsunami. Belum lagi bencana-bencana lain seperti letusan gunung api, longsor, kebakaran sampai kejatuhan meteor. Total, Indonesia masuk 5 negara paling rawan bencana di dunia.

Lucunya, banyak orang Indonesia tidak terlalu peduli soal itu.

Tidak percaya?

Jawab pertanyaan ini ; berapa titik sepanjang rumah sampai kantor Anda yang bisa menjadi sumber bencana? Berapa banyak potensi bahya sepanjang jalan dari rumah hingga sekolah anak Anda? Jika bencana datang dan Anda (bersama keluarga) terisolir dari dunia luar, bagaimana nasib Anda dan keluarga? Bagaimana menemukan mereka? Mengobati mereka? Melindungi mereka dari bahaya selanjutnya?
Seorang teman langsung sewot saat saya tanyakan soal itu padanya ; “Elu tuh! Dikasih aman bukannya bersyukur, malah ngebayangi yang nggak-nggak?"

Benar juga sih! Tapi apa sih, aman itu? Seberapa lama aman itu? Betulkah aman itu bisa kita nikmati terus menerus?

Jadi, saya kesampingkan soal gerutuan teman saya itu. Saya beruntung mendapat artikel dari badan SAR Internasional bentukan PBB. Isinya soal bagaimana Anda dan keluarga merancang disaster scenario yang bisa diterapkan untuk kondisi bencana. Pertama, artikel itu menyuruh Anda untuk memetakan potensi bahaya di sekitar Anda. Jika Anda bekerja di lantai 3 sebuah gedung misalnya, nah… itu potensi bahaya. Semua potensi bahaya yang biasa dihadapi oleh anggota keluarga harus Anda catat dan waspadai ; rumah, kantor, sekolah dan seterusnya. Lalu susunlah rencana untuk mengatasinya. Misalnya, minta anak Anda untuk tidak lari ke bawah tiang listrik tegangan tinggi di halaman sekolah jika gempa terjadi.

Lalu, Anda juga harus memetakan sarana dan prasarana yang akan Anda butuhkan dalam kondisi darurat ; rumah sakit, pasar, sarana komunikasi dan lain-lain.  Berapa jauh dari rumah Anda, berapa bahaya yang harus Anda lewati untuk menuju ke sana. Misalnya, antara rumah dan rumah sakit terdekat, Anda harus menyeberangi jembatan. Sarana ini mungkin tidak berfungsi jika bencana – gempa, misalnya, terjadi. Anda harus punya rute cadangan atau… rumah sakit cadangan!

Bagaimana jika semua sampai pada titik yang paling parah? Titik dimana Anda hanya bisa mengandalkan apapun yang Anda miliki?

Nah, di sinilah fungsi survival kits!

Para pendaki gunung, pengarung jeram, penjelajah rimba dan seterusnya, pasti familiar dengan istilah ini. Survival kits itu semacam sistem yang dirancang untuk dipergunakan dalam kondisi darurat yang memaksa kita bertahan hidup. Untuk mendaki gunung, survival kits biasanya terdiri dari pisau, tali, korek api, mata kail dan sebagainya. Fungsinya adalah sebagai alat bantu bertahan hidup ; mencari air, membuat api, membangun perlindungan darurat sampai mencari makan.

Lantas, bagaiman dengan urban survival kits?

Namanya saja sudah diawali dengan kata urban, jadi survival kits ini dirancang untuk bertahan hidup di perkotaan. Prinsipnya sih sama saja ; alat bantu untuk bertahan hidup. Tapi karena kondisi perkotaan berbeda dengan hutan atau pegunungan, maka isinya pun sedikit berbeda. Dalam artikel tadi, saya belajar merumuskan dan mengkategorikan kebutuhan-kebutuhan dasar bertahan hidup di perkotaan. Berdasarkan itu, urban survival kits bisa dirancang.

Urban Survival Kits ; untuk mereka yang sadar soal fananya hidup!

Yang pertama, air. Ini vital. Untuk minum dan sanitasi. Percuma punya dua gudang mie instant kalau tidak punya air. Memangnya metabolisme tubuh Anda tidak butuh air untuk mencerna makan? Setelah air, perlindungan darurat. Lalu api, yang vital untuk memasak, penerangan dan sterilisasi. Setelah itu, baru makanan dan kebutuhan lain. Antara air dan perlindungan darurat ada peralatan P3K. Dibutuhkan jika ada yang terluka.

Kalau mau dijelaskan satu demi satu, tulisan ini akan sangat panjang. Jadi, saya persilahkan Anda melihat foto-fotonya saja. Agar kebayang seperti apa. Syukur-syukur kalau kepengen punya. Untuk yang ini, saya pernah coba tunjukan pada teman saya yang sewot itu. Seperti dugaan saya, ia tidak sewot, tapi berubah sinis ; “Alaaah, mau nyiapin apa kek, kalau waktunya mati sih, mati ajaaa! Kalau diadu survival kits elu sama kehendak Tuhan, ya Tuhan yang menang laaah!”

Benar juga sih! Tapi bukankah Tuhan mewajibkan kita untuk berusaha? Setahu saya sih, pasrah itu hanya boleh dilakukan kalau kita sudah bersusah payah. Dan coba pertimbangkan ini ; mengapa tidak bersusah payah untuk orang lain ; anak, suami, istri, ibu, ayah, kakek, nenek, adik, kakak, sahabat, teman, selingkuhan, tetangga dan seterusnya? Mereka mungkin lebih fana dibanding Anda! :-P

1 komentar: