Makara ; mahluk penjaga gerbang . Biasanya ditemukan dalam pahatan pintu-pintu candi. Dan percayakah Anda bahwa setiap manusia memiliki 'penjaga gerbang'nya sendiri? Jika Anda bertanya soal kalimat itu, Anda harus curiga kemana nurani Anda pergi! Sebab, itulah, sang nurani, penjaga gerbang Anda ; batas antara dua sisi berbeda yang ada dalam setiap manusia - jiwa dan raganya. Itu pula sebabnya, kata 'Bacalah' - kata pertama dalam ayat pertama, surat pertama pada kitab suci saya tidak selalu berarti begitu. Jadi mulailah mencari arti yang sebenarnya. Walau terdengar absurd...

Selasa, 29 April 2014

ATTENTION ALL MOUNTAINEERS : ROCK CLIMBING IS BETTER THAN SEX!

Anda yang tidak pernah memanjat tebing, pasti tidak percaya. Tapi, mari lihat bukti-buktinya :

MEDAN
Rock Climbing : Dilakukan di medan vertikal. Jika dilakukan di medan horizontal, namanya berubah menjadi bouldering atau... window shopping!
Seks : Biasanya dilakukan di medan horizontal, apapun teknik atau posisinya. Dilakukan secara vertikal jika tidak punya ranjang, tidak punya uang untuk sewa kamar atau memang penyuka quickie...

TANTANGAN
Rock Climbing : Melawan gravitasi.
Seks : Memanfaatkan gravitasi dan... pegas kasur. Kecuali kasurnya kapuk atau busa.

TEKNIK
Rock Climbing dan seks, sama-sama memanfaatkan lekukan, tonjolan dan rekahan atau lubang. Bedanya pada resiko jika salah memanfaatkan hal-hal tadi ;
Rock Climbing : Biasanya teriakan, "Faaaalll... aaarghh... gebubrak!" (umumnya wafat).
Seks : Bisa dipastikan jeritan, "Adooouw... kurang ajar lu!" atau "Hhwaaa... deziiig!" diikuti bunyi PLAK!

PUNCAK
Rock Climbing : Ekspresi dan euphoria teriak-teriak, loncat-loncat dan kibar bendera.
Seks : Ekspresi merem melek. Paling sial, "Udah nih? Segini aja?" Kibar bendera? Please deh...

Kamis, 16 Mei 2013

MENJADI dan MENGERTI


Tiga puluh tahun lalu, saat gemar-gemarnya membaca, saya dan adik perempuan pertama saya, kerap menunggu koran langganan ayah sebelum mandi dan berangkat ke sekolah. Kami biasa berbaring terlentang di lantai, membuka halaman demi halaman koran yang jumlahnya hanya 12 lembar. Tidak, kami tidak membaca semua isinya. Kami hanya membaca judul dan menikmati gambar-gambar yang tercetak di situ.

Malam hari, biasanya ayah membaca koran di tempat tidurnya. Ia bisa menghabiskan berjam-jam waktunya sebelum tidur untuk itu. Saya kerap heran, sebegitu menarikkah isi tulisan dalam koran? Apa sebenarnya isinya? Dan ayah hanya menjawabnya dengan santai, “Ini berita. Informasi dari peristiwa yang terjadi kemarin.” Tentu saja saya tidak lantas paham. Sebuah pengalaman soal itu terjadi kemudian, tapi saya tak ingin menuliskannya di sini.

Jika lantas saya ingin menjadi wartawan, itu bukan karena jawaban ayah atau peristiwa apapun. Saya ingin menjadi wartawan karena berbagai alasan yang terus berkembang. Kelak saya bahkan merasa tidak lagi perlu mengerti soal itu. Menjadi adalah sebuah proses. Menjadi adalah sebuah pilihan. Bagaimana Anda bisa menjelaskan eksistensi diri Anda saat ini, jika Anda sadar bahwa eksistensi itu terus berkembang dan berkembang?

Menjadi wartawan adalah keinginan saya. Pilihan yang saya ambil dari sekian banyak pilihan. Menjalaninya adalah keputusan berbeda. Begitu juga dengan menekuninya dan memperjuangkan nilai-nilainya. Saya tidak selalu berhasil. Mudah-mudahan, tidak selalu gagal pula. Saya berhenti menghitung soal keberhasilan dan kegagalan belasan tahun lalu semenjak saya sadar bahwa hidup bukan matematika. Hidup adalah serangkaian pilihan dan saya sudah mengambil dan menjalaninya. Berkali-kali.

Jadi, saya tahu betul soal konsekuensi pilihan itu. Saya menerimanya. Kadang dengan ikhlas. Tak jarang melalui pertempuran (yang jarang pula saya menangkan). Sebab konsekuensi-konsekuensi itu selalu hadir hanya dengan dua bentuk ; kegembiraan dan kepahitan. Jika saya tetap memilih menjadi wartawan, alasannya sederhana ; saya belum menemukan titik untuk berhenti. Bahkan ironi-ironi kehidupan wartawan pun belum cukup menyentuh saya untuk berbalik dan menempuh jalan lain. Mungkin Pulitzer benar ; “Para Presiden dan para Jendral datang dan berkuasa silih berganti. Tapi seorang wartawan, akan selalu menjadi wartawan.”

Karena itulah, saya tidak pernah takut menanggalkan kartu pers saya. Menulis surat mengundurkan diri atau menerima surat pemecatan. Buat saya, kartu pers dan slip gaji hanya atribut. Begitupun, saya juga tidak pernah menolak kesempatan untuk menjadi bagian dari sebuah lembaga kewartawanan meski konsekuensinya untuk pribadi tidak terlalu menyenangkan. Buat saya kredo menjadi wartawan  itu sederhana ; kejujuran. Kata sederhana itu melahirkan banyak hal ; keberanian, loyalitas juga kerendah-hatian. Semua itu membentuk integritas. Jika Anda sudah memilikinya, sebagai wartawan, Anda tak perlu lagi khawatir soal apapun.

Dan tidak, saya bukan idealis. Saya tidak pernah menjadi idealis. Saya realis yang bahkan masih sering terheran-heran pada realita. Begitu terheran-herannya sampai saya tidak sadar bahwa realita itu juga kerap terjadi pada diri saya. Tapi saya tidak menyesalinya. Jika saya menyesal, mestinya itu saya lakukan sejak lulus kuliah dulu. Sudah terlambat untuk itu. Itu sebabnya jika realita itu akhirnya benar-benar datang dan saya tidak menyukainya, saya dengan sadar menepikan diri. Buat saya, dunia terlalu luas untuk memperjuangkan hanya sebuah realita. Apalagi jika realita itu dipenuhi kebodohan dan keangkuhan yang membabi-buta. Saya bersedia berjuang melawan itu jika pertempurannya adil, mesti jarang dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Sebab, pertempuran yang tidak adil selalu membawa korban lain yang tidak perlu. Saya tidak menyukai hal itu. Menjalani pertempuran seperti itu, akhirnya hanya membuat kita sama buruknya dengan apa yang kita perangi.

Lebih duapuluh lima tahun lalu, di puncak sebuah gunung, saya belajar dengan cara sederhana dan murni soal arti kata berhenti dan kembali. Saya belajar bahwa dalam hidup, berhenti dan kembali tidak selalu bisa ditandai dengan patok triangulasi atau koordinat peta. Berhenti dan kembali adalah soal rasa dan naluri. Soal logika. Juga soal keputusan pada pilihan. Dan lagi-lagi, ada konsekuensi setelah keputusan dan pilihan itu. Saya hanya harus bersiap menerimanya sekali lagi. Untuk kemudian bersiap memilih kembali.

Suatu hari, di ruang tengah rumah ayah, putri kecil saya sibuk memencet-mencet tombol laptop milik kakeknya. Ayah yang duduk di kursi yang sama, mengelus rambutnya sambil bertanya ; “Kamu mau jadi apa nanti?” Istri saya yang kebetulan lewat menjawab ringan, “Mau jadi wartawan kek. Kayak ayah.” Dari ruang tamu tempat saya duduk membaca buku, saya bisa dengar ucapan ayah dengan jelas ; “Jangan! Jangan jadi wartawan,” ucap ayah. Singkat. Dan datar.

Saya tersenyum diam-diam. Mengingat kembali saat-saat ayah dan ibu dengan tatapan bangga mengiringi saya tiap kali pamit berangkat meliput ini itu. Atau saat bercerita perihal pengalaman di sana dan di sini, berdebat soal peristiwa yang terjadi pada hidup, dunia dan manusia. Saya tahu, hidup adalah perubahan. Ayah mungkin memilih untuk berubah. Dan saya menghormati pilihan itu. Namun, saya juga yakin, jika kelak cucunya benar-benar menjadi wartawan, ia akan mempersilahkan saya untuk merasa bangga. Bukan bangga menjadi wartawan. Tapi bangga menjadi manusia yang mengerti pada pilihannya.

Tapi itu masih cukup lama. Saya masih harus menunggu...







 



Selasa, 15 Januari 2013

AYO, JADI ORANG TUA TANGGAP BENCANA!


Ayah, ibu... tidak bermaksud menakut-nakuti lho… tapi suka atau tidak, Anda hidup di negara paling rawan bencana di dunia! Kesadaran untuk menjadi individu tanggap bencana menjadi sangat penting. Apalagi kalau Anda memiliki anak-anak yang masih bayi atau balita. Sebab, data menunjukkan, anak-anak adalah individu paling rentan terhadap bencana.

Menumbuhkan kesadaran tanggap bencana memang sebuah kerja keras dan sering kali terlihat percuma. Namun jangan patah arang. Jangan menunggu program pemerintah. Jangan mengandalkan naluri dan kebiasaan. Berinisiatiflah! Karena hanya inisiatif untuk mempersiapkan diri yang mungkin bisa menyelamatkan Anda dan keluarga Anda.

Apa  Itu Bencana?
Secara umum, bencana bisa diartikan sebagai sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologisTeorinya, ada dua jenis bencana ; bencana alam – natural disaster dan bencana artifisial atau bencana yang datang dari obyek buatan manusia – man made hazard. Bencana alam meliputi gempa, letusan gunung berapi, banjir, tsunami, angin topan, tanah longsor dan sebagainya. Sedangkan bencana artifisial misalnya kebocoran reaktor nuklir, kelaparan, kebakaran, kegagalan usaha penambangan dan sebagainya. Lalu ada juga bencana yang disebabkan benda luar angkasa seperti meteor. Namun ini jarang terjadi.

Banyak ahli bencana sepakat bahwa apapun bentuknya, tidak ada bencana tunggal. Sebuah bencana biasanya diikuti oleh bencana lain. Gempa diikuti tsunami, letusan gunung berapi diikuti kebakaran hutan dan seterusnya. Jika sebuah bencana memakan banyak korban yang jenasahnya tidak bisa ditangani dengan baik, bisa saja muncul bencana wabah penyakit. Dalam beberapa buku panduan mengenai bencana alam disebutkan ada 2 faktor yang membuat sebuah bencana memakan banyak korban. Yang pertama waktu. Ini faktor yang masih tidak bisa diprediksi. Bencana yang terjadi pada saat malam hari, biasanya meminta korban lebih besar. Lalu faktor tempat. Yang ini masih bisa dikira-kira, meski tidak akurat.

Faktor lain yang membuat bencana memakan banyak korban adalah pengetahuan dan keterampilan menghadapi bencana. Faktor ini sebenarnya bisa menjadi penyeimbang 2 faktor lainnya tadi. Jika sebuah masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana paham dan tanggap serta terlatih menghadapi bencana, mereka cenderung mampu bertindak dengan cepat dan efektif untuk menyelamatkan diri karena telah mempersiapkan diri.

Paling Rawan
Di Indonesia, bencana alam hampir menjadi keniscayaan. Bagaimana tidak! Letak geografis dan kondisi geologis Indonesia membuat negara kita merupakan daerah yang paling rawan bencana alam (lihat Boks ; Rawan Bencana No. 1 Di Dunia)

Secara geografis, Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Dulu, kondisi ini sangat nyaman. Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis. Berada di antara dua benua Asia dan Australia merupakan potensi ekonomi yang sangat luar biasa. Demikian pula berada diantara dua samudera Hindia dan Pasifik yang juga menjadi pertemuan antara arus panas dan arus dingin membuat laut Indonesia kaya akan biodiversity. Sekarang, ketika cuaca dan iklim berubah drastis akibat ulah manusia, Indonesia menjadi kawasan yang juga terkena dampaknya. Contoh, dulu hampir tidak ada catatan mengenai bencana angin topan. Kini, topan kerap melanda daerah-daerah di Indonesia meski tidak sehebat seperti kawasan lain. Perubahan cuaca juga membuat dampaknya makin sulit diprediksi. Musim hujan yang tidak tentu menghantui daerah-daerah rawan banjir dengan bencana yang bisa datang kapan saja. Belum lagi bencana macam tanah longsor dan air bah.

Namun, kondisi geologis merupakan faktor paling menentukan. Indonesia merupakan tempat dimana tiga lempeng utama dunia bertemu ;. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo Australia yang menyebabkan Indonesia rawan akan bencana gempa. Lempeng Indo-Australia bergerak relatif ke arah utara dan menyusup ke bawah lempeng Eurasia. Sementara lempeng Pasifik bergerak relatip ke arah barat. Jalur pertemuan lempeng yang berada di laut jika terjadi gempa bumi besar dengan kedalaman dangkal maka berpotensi menimbulkan tsunami sehingga Indonesia juga rawan tsunami.

Pada daerah-daerah yang secara langsung menjadi titik pertemuan ketiga lempeng tersebut, seperti Sumatera Bagian Selatan, Jawa Bagian Selatan dan beberapa daerah lain, gempa dalam skala kecil seolah-olah menjadi santapan sehari-hari. Dan bukan kebetulan pula, selain pertemuan ketiga lempeng tersebut, dalam peta vulkanologis dunia, Indonesia juga berada pada jalur Cincin Api Pasifik ; gugusan gunung berapi di kawasan Pasifik yang mengakibatkan jalur yang dilalui rawan letusan gunung api dan gempa vulkanik.

Mengubah Paradigma
Oke, lantas apa yang mesti kita lakukan?

Yang pertama dan terpenting adalah mengubah paradigma ; meyakini bahwa Anda, keluarga Anda dan teman-teman Anda, bisa menjadi korban bencana. Ini akan menumbuhkan kewaspadaan! Jangan sepenuhnya merasa aman. Masalahnya ; semua orang enggan mengakui kemungkinan ini karena tidak mau memikirkannya! Di masyarakat relijius dan berbudaya timur, ada semacam anggapan, memikirkan musibah sama saja berharap itu terjadi! Pertanyaannya, benarkah itu?

Jika yakin jawabannya tidak dan Anda sudah cukup sadar dan waspada, yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan diri. Kunci utama dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana adalah Manajemen Bencana, Disaster Management. Ini manajemen yang menjadi pegangan bagi badan-badan penanggulangan bencana seperti BNPB – Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan BASARNAS – Badan SAR Nasional di Indonesia dan di hampir semua negara.Secara umum manejemen ini bekerja berdasarkan data-data potensi bahaya. Lalu dirancang prosedur jika bencana benar-benar terjadi. Terakhir, disusun pula bagaimana harus bertahan hidup setelah bencana terjadi, prosedur penyelamatan juga proses pemulihan. Dalam skala massal, menejemen ini rumit dan melibatkan banyak pihak dengan beragam faktor dan pertimbangan. Tapi, tahukah Anda bahwa manajemen ini sebenarnya bisa diterapkan pada Anda dan keluarga Anda?

Yang pertama, kumpulkan data-data mengenai potensi bahaya di sekitar Anda dan keluarga ; kota, lingkungan, rumah dan kantor. Jika kota Anda rawan gempa atau tsunami, maka titik-titik seperti pantai, jembatan, gedung-gedung, bahkan jalan layang adalah potensi bahaya. Kalau Anda harus melewati jalan layang menuju ke kantor, mungkin setelah gempa terjadi, jalan itu tidak lagi aman digunakan atau bahkan runtuh. Anda harus memiliki rute lain.

Selain memiliki data potensi bahaya, Anda juga harus tahu data-data sarana-sarana pelayanan umum  penting yang Anda butuhkan, misalnya rumah sakit, pemadam kebakaran dan kantor SAR juga pasar. Di mana sarana-sarana ini berada dan bagaimana Anda mencapai atau menghubunginya dari rumah, kantor atau sekolah setelah bencana, harus Anda rencanakan pula.        

Langkah selanjutnya adalah menyiapkan peta kota Anda. Kalau memungkinkan, pilih peta terbaru dengan informasi terlengkap. Lalu, ke dalam peta itu, proyeksikan data-data potensi bahaya dan data-data sarana yang telah Anda kumpulkan. Di tahap ini, Anda akan mendapat gambaran lebih jelas mengenai tingkat kerentanan Anda dan keluarga Anda terhadap bencana.

Lalu buatlah skenario bencana ; apa yang harus dilakukan jika gempa, misalnya, terjadi saat Anda berada di kantor di lantai 24 dan anak Anda berada di sekolahnya, 10 kilometer dari kantor Anda. Apa yang harus dilakukan saat bencana berlangsung. Dimana harus berkumpul setelah bencana terjadi. Ingat, skenario ini harus dirancang dengan pemahaman bahwa setelah bencana, mungkin semua fasilitas yang biasa kita gunakan sehari-hari, tidak bekerja ; listik padam, telepon tidak berfungsi dan seterusnya. Anda harus merancang semuanya dengan asumsi bahwa tidak ada yang bisa membantu Anda dan keluarga kecuali diri Anda sendiri.
           
Idealnya, setelah menyusun skenario bencana untuk keluarga, Anda juga melibatkan lingkungan sekitar rumah, kantor dan sekolah. Rancanglah skenario bencana untuk tiap-tiap lingkungan itu. Lalu berlatihlah menghadapi bencana ; apa yang mesti dilakukan saat gempa, tsunami, banjir dan seterusnya. Latih semua anggota keluarga, terutama anak-anak Anda untuk menyelamatkan diri mereka dengan efektif. Latih juga pembantu rumah tangga atau babysitter Anda. Sekarang banyak lho, organisasi professional dan nirlaba yang menyediakan jasa pelatihan seperti ini. Ada kelompok Disaster Mitigation and Readiness, Yayasan Survival Indonesia dan Situgunung Firecamp Survival School (cieee...). Umumnya mereka memiliki latar belakang pencinta alam dan aktivis SAR.

Nah, ayah, ibu... tunggu apa lagi? Ayo, jadi orang tua tanggap bencana! Jika Anda enggan melakukannya untuk diri Anda sendiri, lakukanlah untuk anak-anak Anda dan semua orang yang Anda sayangi! 

BOKS : RAWAN BENCANA NO 1 DI DUNIA
Indonesia merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction – UNISDR ; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana. Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan rawan terjadi di Indonesia. Untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap jumlah manusia yang menjadi korban.

Dari berbagai jenis bencana alam, UNISDR merangking jumlah korban pada 6 jenis bencana alam yang meliputi tsunami, tanah longsor,banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan. Dari keenam jenis bencana alam tersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi dan peringkat keenam pada banjir. Hanya di dua bencana alam yakni kekeringan dan angin topan, Indonesia absen.

  • Tsunami - dari 265 negara Indonesia peringkat pertama dengan 5.5 juta orang korban. Mengalahkan Jepang 4.5 juta korban, Bangladesh 1.6 juta korban, India 1.2 juta korban dan Filipina 900 ribu korban.
  • Tanah Longsor - dari 162 negara Indonesia peringkat pertama dengan 200 ribu korban, mengungguli India 180 ribu korban, China 122 ribu korban, Filipina 111 ribu korban dan Ethiopia 65 ribu korban.
  • Gempa Bumi - dari 153 negara Indonesia peringkat ketiga dengan 12 juta korban  setelah Jepang 13,5 juta korban dan Filipina 12,2 juta korban. Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China 8.2 juta korban dan Taiwan 6,7 juta korban.
  • Banjir - dari 162 negara Indonesia berada diurutan ke-6 dengan 1,2 juta korban. Peringkat sebelumnya Bangladesh 19,3 juta korban, India 15,9 juta korban, China 3,9 juta korban, Vietnam 3,5 juta korban dan Kamboja 1,8 juta korban.
  • Angin Topan - peringkat pertama Jepang dengan 22,6 juta korban disusul oleh Filipina, China, India, dan Taiwan.
  • Kekeringan - peringkat pertama China dengan 71,3 juta korban disusul India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Ethiopia.

BOKS : DAMPAK BENCANA PADA PSIKOLOGIS ANAK
Anak-anak adalah anggota keluarga paling rentan terhadap bencana dan dampak bencana. Bencana mengakibatkan kehilangan jiwa, harta benda dan menurunnya kondisi ekonomi. Bagi anak-anak, peristiwa yang terjadi dengan cepat dan menimbulkan perubahan yang besar, bisa mengakibatkan trauma. Setelah itu, munculah Post Traumatic Stress Disorder, PTSD – gejala stress paska trauma. Gejala ini bisa membayangi kehidupan penderitanya hingga puluhan tahun bahkan seumur hidup. Biasanya, penderita PTSD akan sangat terpukul, marah, kecewa, cemas, gelisah, takut dan waspada secara berlebihan. Mereka cenderung menarik diri karena kehilangan kepercayaan dan merasa tidak berdaya. Kondisi kejiwaan mereka umumnya rentan terhadap gangguan.

Itu sebabnya, anak-anak korban bencana harus ditangani secara komprehensif. Komisi Perlindungan Anak menyatakan bahwa penanganan anak-anak korban bencana tidak boleh bersifat sementara atau hanya berupa hiburan sesaat. Pusat Kajian Perlindungan Anak, mengungkapkan bahwa seringkali penyembuhan trauma dan kesehatan anak kurang mendapat perhatian. Apalagi dalam kondisi darurat, anak-anak kerap menjadi korban eksploitasi ekonomi, kehilangan tempat aman dan keterasingan.

Sayangnya, Indonesia belum memilki sistem penanganan bencana yang komprehensif dimana penanganan anak-anak menjadi bagian dari sistem itu. Jadi, kita saat ini harus mengedepankan upaya pribadi, keluarga dan kelompok sosial, institusi formal dan non-formal - sekolah, panti asuhan, pesantren dan sebagainya - serta lingkungan untuk menangani masalah tersebut. Inilah pentingnya sosialisasi tanggap bencana.

Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi gangguan psikologis pada anak-anak paska bencana adalah dengan memberi mereka tempat dan perasaan yang aman, perlindungan dan perhatian. Secara naluriah, anak-anak membutuhkan perlindungan dan perlindunganlah yang harus Anda berikan. Lalu tumbuhkan semangat dan keberanian mereka. Jangan terus menerus mengalihkan perhatian. Membimbing mereka menerima fakta dan kondisi justru lebih sehat bagi perkembangan jiwa mereka. Bagi anak-anak yang telah mendapat pendidikan bencana, upaya penyembuhan biasanya lebih mudah dilakukan karena mereka telah memiliki informasi dan pengetahuan mengenai bencana dan dampaknya.

Namun sebelumnya, sebagai orang tua, Anda harus tanggap bencana terlebih dulu. Sebab, bagaimana Anda bisa melindungi anak-anak Anda dari trauma paska bencana jika Anda pun tidak siap menghadapinya?

BOKS : URBAN SURVIVAL KITS
Sekitar pertengahan 1980-an, PBB mensponsori pembentukan INTERSAR – International Search And Rescue. Namun karena dianggap tidak efektif, badan semiformal ini dibubarkan dan diganti INSARAG - International Search and Rescue Advisory Group. INTERSAR sempat menerbitkan beberapa buku panduan praktis untuk masyarakat. Salah satunya adalah panduan untuk membuat Urban Survival Kits.

Survival Kits adalah bagian dari metode atau sistem untuk bertahan hidup. Metode ini diejawantahakan dalam bentuk penyiapan alat-alat yang bisa membantu untuk bertahan hidup setelah bencana terjadi. Para penyuka kegiatan alam bebas seperti pendaki gunung, penjelajah gua dan lainnya, sangat familiar pada metode ini. Mereka biasanya membawa kotak kecil berisi peralatan esensial yang bisa membantu mereka untuk bertahan hidup dalam kondisi darurat. Nah, Urban Survival Kits, adalah metode yang dirancang untuk membantu korban bencana yang tinggal di daerah perkotaan agar mereka bisa bertahan hidup setelah bencana.

Urban Survival Kits sangat penting artinya ketika korban berhadapan dengan situasi dimana semua penunjang kehidupan lumpuh. Bayangkan ini ; listrik padam, aliran air mati, sinyal selular hilang, pasar dan sarana transportasi tidak berfungsi. Begitu juga rumah sakit dan siaran TV. Semua lumpuh total. Anda harus bisa bertahan hidup dengan apapun yang Anda miliki. Bagaimana jika Anda memiliki anak-anak? Bagaimana mereka bisa bertahan?

Sebenarnya, Urban Survival Kits adalah sekumpulan peralatan yang mungkin sangat Anda butuhkan dalam kondisi darurat. Dari fungsinya, alat-alat ini terbagi menjadi alat pertolongan pertama (P3K), makanan dan air, alat penerangan, alat komunikasi dan alat-alat esensial lain. Semua peralatan itu dimasukan dalam wadah khusus yang tahan air dan cukup kuat. Biasanya Urban Survival Kits disimpan di tempat yang bisa diakses oleh semua anggota keluarga. Saat bencana, keluarga yang tanggap bencana biasanya menyelamatkan diri dengan membawa Urban Survival Kits mereka.

Tidak ada patokan berapa banyak alat-alat yang bisa Anda masukan dalam kotak Urban Survival Kits Anda. Sebab Urban Survival Kits bersifat pribadi. Anda bisa saja membeli Urban Survival Kits yang kini banyak tersedia di pasaran. Namun, tentu saja Urban Survival Kits ini tidak selalu sesuai kebutuhan. Atau Anda bisa membuatnya sendiri. Jika Anda ingin membuat Urban Survival Kits untuk keluarga, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.  Yang pertama, jumlah anggota keluarga. Lalu, jumlah item Urban Survival Kits disusun berdasarkan skala kegunaan, hanya berisi alat-alat paling penting. Jadi, jangan memaksa untuk memasukan laptop Anda ke dalam daftar, misalnya. Kedua, jumlah per-item Urban Survival Kits disusun berdasarkan skala kebutuhan – bukan kebiasaan. Kebutuhan manusia akan minum sehari adalah 8 gelas air. Ini menjadi patokan, walaupun sehari-hari Anda biasa minum hanya 4-5 gelas saja. Jelasnya, skala prioritas itu seperti dibawah ini :

  • Makanan dan Air Air merupakan kebutuhan paling penting. Tanpa air, tubuh Anda bahkan tidak bisa melakukan metabolisme. Prioritaskan air untuk minum. Jika Anda memiliki bayi atau balita, pertimbangan jenis makanan yang bisa mereka konsumsi. Makanan harus tahan lama dan praktis. Pertimbangkan ragam makanan untuk menghindari kebosanan. Anda harus memutuskan jenis dan jumlah makanan dan air dalam takaran yang seimbang.
  • Peralatan P3KMasukan obat-obatan umum dan pribadi masing-masing anggota keluarga. Jangan lupa masukan pula alat-alat seperi gunting kecil dan alat bantu CPR. Buku panduan P3K praktis juga harus dimasukan. Tablet penjernih air layak pula Anda masukan dalam daftar ini.
  • Alat PerlindunganJika keluarga Anda kehilangan tempat tinggal, tenda darurat menjadi pilihan untuk berlindung. Di pasaran banyak tersedia tenda ringkas dan praktis – tube tent, namun tahan cuaca. Masukan pula jas hujan, poncho atau lembar plastik besar. Jangan lupa masker dan sarung tangan plastik.
  • Alat MasakMemasak tetap menjadi aktifiitas penting. Ini berhubungan dengan sanitasi dan kesehatan. Jadi, siapakan alat masak praktis berikut kompor portabel praktis – kompor untuk kemping adalah pilihan yang paling baik - berbahan bakar gas atau parafin. Masukan pula kantung plastik dan aluminium foil untuk menyimpan makanan. Jangan lupa botol air atau termos praktis.
  • Alat PeneranganSaat bencana terjadi, biasanya aliran listrik padam atau dipadamkan untuk mengurangi bahaya. Nah, alat penerangan seperti senter atau lilin tahan lama – survival candle, menjadi krusial. Di pasaran, kini tersedia senter yang baterenya bisa di-charge dengan solar-panel. Anda hanya butuh sinar matahari. Jika mau, masukan lampu listrik yang baterenya juga bisa di-charge.
  • Alat SanitasiMasukan sabun mandi, pasta dan sikat gigi dan handuk praktis ke dalam daftar. Juga sebungkus cotton-bud dan wet-tissue.
  • Alat Bantu lainnya Misalnya tali, jika rumah Anda berlantai dua atau Anda tinggal di apartemen. Tali juga berguna untuk beragam kebutuhan. Siapkan beberapa ukuran. Juga linggis, untuk membantu Anda membersihkan reruntuhan di sekitar rumah. Duct-tape (lakban), bisa memjadi alat bantu yang banyak fungsinya. Begitu juga pisau lipat serbaguna. Lalu tissue kering dan basah dan lap penyerap air. Jangan lupa masukan satu atau dua alat-alat permainan untuk anak-anak. Ini bisa membantu untuk sementara mengalihkan perhatian mereka terhadap situasi pasca bencana yang pasti tidak menyenangkan.
  • Fotokopi Surat-surat BerhargaIni seringkali dilupakan. Padahal bencana bisa saja menghancurkan dokumentasi surat-surat berharga Anda ; akte, ijasah, surat-surat berharga dan sebagainya. Jika mau, Anda bisa membuat cadangan dengan cara men-scan surat-surat berharga Anda dan menyimpannya di flashdisk kecil.
  • UangBetapapun besarnya bencana, uang selalu berharga! Jadi, siapakan sejumlah uang tunai untuk berjaga-jaga. Jangan memperlihatkan uang Anda kecuali untuk kebutuhan mendesak. Ingat, tindak kriminal setelah bencana, sangat mungkin terjadi.

Satu lagi, betapapun canggih dan lengkapnya sebuah Surviaval Kits, semuanya tidak berguna jika Anda tidak terlatih menggunakannya. Ingat, survival adalah permainan mental. Anda minimal harus menguasai keterampilan survival dasar agar bisa menggunakan Survival Kits dengan efektif.
  
BOKS : AMANKAH KOTA SAYA?
Mari kita bicara secara terbuka. Mari kita abaikan dulu semua analisa ilmiah dan mengedepankan kemungkinan. Sebab, toh, bencana bukan sesuatu yang bisa ditebak bukan? Pertanyaannya ; amankah daerah tempat saya tinggal? Amankan kota saya? Berikut adalah fakta-fata potensi bencana yang mengancam kota-kota besar di pulau Jawa. Silahkan Anda mencari data untuk kota Anda sendiri ; berselancar di dunia maya atau mencari informasi di lembaga bencana yang ada di kota Anda.
  • JABODETABEK Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. - Jabodetabek, kawasan megapolitan terbesar dan terluas di Indonesia, dikepung oleh beberapa sesar ; Sesar Cimandiri dan Sesar Selat Sunda mungkin ancaman utama. Namun, ada juga Patahan Ciputat yang berada tepat dibawah Jakarta.  Sesar Cimandiri merupakan sesar paling aktif di Pulau Jawa. Sesar ini mengancam kota-kota lain seperti Sukabumi, Cianjur hingga Bandung. Jabodetabek, terutama Jakarta, juga rawan banjir. Selain itu, Jabodetabek diancam oleh bahaya kebakaran, tanah longsor hingga air bah.
  • BANDUNGBandung juga diancam oleh Sesar Cimandiri. Namun ancaman yang mungkin paling serius  adalah ancaman Patahan Lembang. Ini bisa sangat mengkhawatirkan karena patahan itu salah satu lajur sumber gempa bumi aktif naik. Disebut patahan naik, karena patahan Lembang cenderung miring ke selatan. Patahan naik merupakan jenis patahan bertipe kompresi sehingga berpeluang melahirkan gempa-gempa bersifat kompresif dengan kekuatan besar.  Potensi bahaya lain yang mungkin mengancam Bandung adalah banjir, kebakaran, tanah longsor dan letusan gunung berapi.
  • SEMARANG Semarang diancam oleh beberapa patahan kecil. Begitupun, kota ini relatif aman dari gempa dibanding kota-kota besar lain di Jawa. Namun, Semarang juga diancam oleh banjir dan tanah longsor serta kebakaran, terutama jika tatakota tidak segera dibenahi.
  • YOGYAKARTAYogyakarta merasakan dahsyatnya gempa dari Patahan Opak beberapa waktu lalu. Patahan ini memang unik. Sebagian ahli menyebutnya patahan normal sebagian ahli percaya bahwa patahan ini jenis patahan naik. Apapun, patahan ini sudah memberi bukti kekuatannya. Yogyakarta diancam pula oleh bahaya banjir, kebakaran, letusan gunung berapi dan tanah longsor.
  • GERBANGKARTASUSILOGresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan. - Gerbangkartasusilo adalah kawasan megapolitan terbesar kedua di Indonesia. Sesar Grindulu di daerah Pacitan, merupakan sesar yang bisa menjadi ancaman bagi kawasan Gerbangkartasusila. Memang, Sesar Grindulu adalah salah satu sesar utama di Pulau Jawa selain Sesar Cimandiri dan Sesar Opak. Belum lagi sesar-sesar minor lainnya.
Ayah, ibu... bersikaplah skeptis – tidak mudah menerima tapi tidak mudah menolak, soal bencana. Kumpulkan informasi sebanyak mungkin, analisa dan ambil kesimpulan untuk memutuskan sikap Anda. Contoh, Patahan Ciputat di Jakarta menurut ahli adalah patahan purba yang tidak aktif. Tapi fakta menunjukkan bahwa tidak ada patahan yang benar-benar tidak aktif. Fakta lain, lapisan tanah di utara Jakarta sama dengan lapisan tanah di San Salvador yang hancur oleh gempa tahun 1995, padahal gempanya tidak terlalu kuat! Jakarta memang selamat dari beberapa gempa, tapi pernahkan Anda berpikir apa yang telah terjadi pada struktur bangunan-bangunan di Jakarta setelah beberapa gempa? Pernahkah struktur-struktur bangunan-bangunan itu diperiksa? Masih cukup kuatkah? Bagaiimana dengan struktur rumah Anda?

Sekali lagi bersikaplah skeptis. Tapi ini tidak berarti paranoia lho. Ada perbedaan besar antara tanggap-waspada dengan panik-paranoia. Jadi, be prepared, parents! Be ready!



Selasa, 25 September 2012

URBAN SURVIVAL KITS VS TUHAN : Ya Menang Tuhan Laaah!


Beberapa tahun lalu, saat ikut pelatihan SAR, seorang teman menyodorkan buku Urban Survival. Isinya bagus. Soal cara dan teknik bertahan hidup di daerah perkotaan saat bencana.  Memang tidak ada hubungannya dengan pendidikan yang sedang saya ikuti. SAR ya SAR. Tapi tidak ada SAR kalau tidak ada bencana dan korban. Nah, buku ini, adalah soal bagaimana korban bisa bertahan hidup sampai pertolongan datang.

Kalau saya menganggap bagus, itu karena saya sadar bahwa saya, keluarga saya, teman-teman saya bersama orang-orang yang tidak saya kenal, hidup di sebuah negeri rawan bencana. Indonesia itu menempati urutan ke 3 rawan banjir. Ke 2 rawan gempa dan tsunami. Belum lagi bencana-bencana lain seperti letusan gunung api, longsor, kebakaran sampai kejatuhan meteor. Total, Indonesia masuk 5 negara paling rawan bencana di dunia.

Lucunya, banyak orang Indonesia tidak terlalu peduli soal itu.

Tidak percaya?

Jawab pertanyaan ini ; berapa titik sepanjang rumah sampai kantor Anda yang bisa menjadi sumber bencana? Berapa banyak potensi bahya sepanjang jalan dari rumah hingga sekolah anak Anda? Jika bencana datang dan Anda (bersama keluarga) terisolir dari dunia luar, bagaimana nasib Anda dan keluarga? Bagaimana menemukan mereka? Mengobati mereka? Melindungi mereka dari bahaya selanjutnya?
Seorang teman langsung sewot saat saya tanyakan soal itu padanya ; “Elu tuh! Dikasih aman bukannya bersyukur, malah ngebayangi yang nggak-nggak?"

Benar juga sih! Tapi apa sih, aman itu? Seberapa lama aman itu? Betulkah aman itu bisa kita nikmati terus menerus?

Jadi, saya kesampingkan soal gerutuan teman saya itu. Saya beruntung mendapat artikel dari badan SAR Internasional bentukan PBB. Isinya soal bagaimana Anda dan keluarga merancang disaster scenario yang bisa diterapkan untuk kondisi bencana. Pertama, artikel itu menyuruh Anda untuk memetakan potensi bahaya di sekitar Anda. Jika Anda bekerja di lantai 3 sebuah gedung misalnya, nah… itu potensi bahaya. Semua potensi bahaya yang biasa dihadapi oleh anggota keluarga harus Anda catat dan waspadai ; rumah, kantor, sekolah dan seterusnya. Lalu susunlah rencana untuk mengatasinya. Misalnya, minta anak Anda untuk tidak lari ke bawah tiang listrik tegangan tinggi di halaman sekolah jika gempa terjadi.

Lalu, Anda juga harus memetakan sarana dan prasarana yang akan Anda butuhkan dalam kondisi darurat ; rumah sakit, pasar, sarana komunikasi dan lain-lain.  Berapa jauh dari rumah Anda, berapa bahaya yang harus Anda lewati untuk menuju ke sana. Misalnya, antara rumah dan rumah sakit terdekat, Anda harus menyeberangi jembatan. Sarana ini mungkin tidak berfungsi jika bencana – gempa, misalnya, terjadi. Anda harus punya rute cadangan atau… rumah sakit cadangan!

Bagaimana jika semua sampai pada titik yang paling parah? Titik dimana Anda hanya bisa mengandalkan apapun yang Anda miliki?

Nah, di sinilah fungsi survival kits!

Para pendaki gunung, pengarung jeram, penjelajah rimba dan seterusnya, pasti familiar dengan istilah ini. Survival kits itu semacam sistem yang dirancang untuk dipergunakan dalam kondisi darurat yang memaksa kita bertahan hidup. Untuk mendaki gunung, survival kits biasanya terdiri dari pisau, tali, korek api, mata kail dan sebagainya. Fungsinya adalah sebagai alat bantu bertahan hidup ; mencari air, membuat api, membangun perlindungan darurat sampai mencari makan.

Lantas, bagaiman dengan urban survival kits?

Namanya saja sudah diawali dengan kata urban, jadi survival kits ini dirancang untuk bertahan hidup di perkotaan. Prinsipnya sih sama saja ; alat bantu untuk bertahan hidup. Tapi karena kondisi perkotaan berbeda dengan hutan atau pegunungan, maka isinya pun sedikit berbeda. Dalam artikel tadi, saya belajar merumuskan dan mengkategorikan kebutuhan-kebutuhan dasar bertahan hidup di perkotaan. Berdasarkan itu, urban survival kits bisa dirancang.

Urban Survival Kits ; untuk mereka yang sadar soal fananya hidup!

Yang pertama, air. Ini vital. Untuk minum dan sanitasi. Percuma punya dua gudang mie instant kalau tidak punya air. Memangnya metabolisme tubuh Anda tidak butuh air untuk mencerna makan? Setelah air, perlindungan darurat. Lalu api, yang vital untuk memasak, penerangan dan sterilisasi. Setelah itu, baru makanan dan kebutuhan lain. Antara air dan perlindungan darurat ada peralatan P3K. Dibutuhkan jika ada yang terluka.

Kalau mau dijelaskan satu demi satu, tulisan ini akan sangat panjang. Jadi, saya persilahkan Anda melihat foto-fotonya saja. Agar kebayang seperti apa. Syukur-syukur kalau kepengen punya. Untuk yang ini, saya pernah coba tunjukan pada teman saya yang sewot itu. Seperti dugaan saya, ia tidak sewot, tapi berubah sinis ; “Alaaah, mau nyiapin apa kek, kalau waktunya mati sih, mati ajaaa! Kalau diadu survival kits elu sama kehendak Tuhan, ya Tuhan yang menang laaah!”

Benar juga sih! Tapi bukankah Tuhan mewajibkan kita untuk berusaha? Setahu saya sih, pasrah itu hanya boleh dilakukan kalau kita sudah bersusah payah. Dan coba pertimbangkan ini ; mengapa tidak bersusah payah untuk orang lain ; anak, suami, istri, ibu, ayah, kakek, nenek, adik, kakak, sahabat, teman, selingkuhan, tetangga dan seterusnya? Mereka mungkin lebih fana dibanding Anda! :-P

Selasa, 05 Juni 2012

BTHARI, AIRSOFT, NVG DAN KODOK DI SAWAH


Tahu dong airsoft-gun. Ini hobi bagi military enthusiast. Konsep hobi ini terus berkembang sejak pertama kali ditemukan dan dilakoni. Gara-garanya pelarangan pemilikan senjata api di Jepang pada 1970-an, yang membuat diciptakannya replika senjata dengan peluru plastik. Awalnya cuma digunakan untuk perang-perangan. Lalu, entusiasme ini berkembang. Selain replika senjata yang makin mirip, para pelakunya juga meniru operator militer dari elemen pakaian, perlengkapan hingga taktik perang. Tahun 1990-an hobi ini merambah Amerika sebelum kemudian merambah dunia, termasuk Indonesia.

Bicara airsoft memang bisa sangat panjang. Sebab hobi ini, terus menerus berkembang sampai pada taraf yang mencengangkan. Dulu replika senjata berkerja dengan sistem spring – per, pegas. Sekarang ada yang bekerja dengan gas bahkan batere listrik. Peralatan dan uniform untuk airsoft-gun pun berkembang makin beragam, Rasanya, tidak ada elemen militer – dalam tingkat individu, setahu saya – yang tidak dikopi oleh para airsofter. Memang tercatat penggunaan truk, bahkan tank, dalam skirmish – di Amerika dan Swedia. Tapi tentu saja, cuma untuk menciptakan atmosfir “perang beneran”.

Soal skirmish – istilah yang paling sering digunakan untuk aksi perang-perangngan selain MilSym – Military Simulation, ada banyak peran yang bisa dipilih oleh para airsofter. Tergantung skenarionya. Tergantung eventnya. Di skirmish militer modern atau, katakanlah, Perang Dunia II dan Perang Vietnam, peran regular army, special forces sampai snipers, bisa dipilih. Teori dan skenarionya sih, peran mereka berbeda. Tapi, percayalah, pada prakteknya, seringkali amburadul. Maklum, semirip-miripnya airsofter, mereka tetap bukan professional operator.

Skirmish atau MilSim, bisa berlangsung beberapa jam, bahkan beberapa hari di lokasi yang sudah disepakati. Di sinilah para airsofter yang sudah dibagi menjadi kubu-kubu terpisah saling adu tembak, adu strategi, adu teriak, adu ledek sekaligus cekikikan dan menjerit kesakitan kalau terhantam BB – peluru plastik bulat berukuran normal 6-8 mm, di bagian tubuh yang tidak terlindungi. Tentu saja, meski relatif aman, ada standar keamanan dan keselamatan yang mesti dipatuhi para airsofter. Jadi, selain untuk entusiasme, peralatan dan uniform yang digunakan para airsofter pun berfungsi sebagai pelindung.

Kalau bicara peran, saya memilih jadi sniper. Makanya, sejak awal ikut-ikutan hobi ini, saya langsung mengincar replika sniper-rifle. Berhubung newbie tapi sok tahu, saya langsung mencari sniper-rifle idaman saya ; M14, Remington 700 atau Vintorez SS. Syukur-syukur kalau bisa dapat yang klasik macam Moshin Nagant, Garant M1C-D atau Mauser K98 dan Gehwer G43 yang legendaris itu. Hasilnya, “Emangnya yang punya pabrik babe lu!” kata teman saya, airsofter senior yang saya tanya-tanya soal itu. “Udah, pake M16 gue aja! Sok gaya lu!” ucapnya lagi sembari menyodorkan replika unit itu. Ternyata jenis-jenis sniper-rifle tadi  belum ada di pasaran waktu itu. Entah sekarang. Jenis paling popular yang ada saat itu adalah Dragunov dan L96 Accuracy International. Meski kecewa, barang second yang entah berapa kali dimodifikasi itu pun saya beli juga akhirnya.  Selain sniper-rifle, saya juga membeli ghillie suit, uniform dan tactical vest – rompi tempur, yang sepertinya cocok untuk peran yang saya pilih. Tentu saja, peralatan keamanan macam goggles, glove dan tetek bengek lainnya terpaksa dibeli pula. Syukurlah, semuanya second. :p

Niat saya saat itu cuma ingin perang-perangan. Titik. Jadi, istilah geardo – entusias yang getol meniru operator asli, collector dan aliran airsofter lain, tidak terlalu menarik minat saya. Dan, keinginan saya tadi terkabul saat mengikuti skirmish pertama kali. Karena bukan klub resmi, kami bersepuluh memilih kawasan Situ Gunung sebagai areanya. Skenarionya sederhana ; 2 X 24 jam, five on five, deathmatch! Benar-benar seenaknya, karena bahkan pihak Taman Nasional tidak tahu kalau ada 10 sniper palsu sedang sok bergerilya di situ. Yang ini, jangan ditiru! Bergabunglah dengan klub. Bermainlah di area khusus yang sudah disepakati dan diizinkan. Ini menyangkut keamanan, keselamatan dan kesadaran untuk tidak membuat orang lain jantungan dan terkaget-kaget!

Kembali lagi, ternyata, jadi sniper itu menyebalkan! Terutama jika lawannya pun sniper! Jangan membayangkan perang seru ala film Enemy At The Gates, Shooter atau Sniper-nya Tom Berenger. Boro-boro seru. Yang pertama, kami harus (sok) invincible. Jadi awalnya, berjalan pun harus menunduk-nunduk, merayap atau merangkak. Padahal belum tentu ada musuh yang mengincar. Selain itu, udara di kawasan yang dingin pada malam dan dini hari, membuat kami lupa prinsip-prinsip sniper ; no light, no smoke, no sound, nothing! Semuanya dilanggar. Terutama no smoke ; karena 8 dari 10 sniper gadungan itu perokok berat dan penikmat kopi  yang pasti merasa berdosa kalau tidak membuat api unggun, menyeduh kopi  dan mengisap rokok di udara dingin pegunungan. Walhasil, dua malam itu, yang terjadi bukan perang sniper, tapi camping dan hiking sambil membawa unit airsoft. :D

Masalahnya adalah area tempur yang terlalu luas. Tujuan sekenario yang terlalu umum ; kill every enemy, dan waktu yang terlalu lama untuk para pemula. Setelah 2 X 24 jam itu, tidak ada yang tewas dengan sukses. Hanya sekali terjadi kontak dan 10-15 kali tembakan asal-asalan karena masing-masing kubu langsung sibuk “menghilangkan-diri”. Setelah semua usai dan kami berkumpul, barulah disadari bahwa selama 48 jam itu, kami ternyata lebih sering dipisahkan oleh 2 buah bukit! Lha, bagaimana mau perang? Hhuh, sudah merayap-rayap pula!

Sekarang, setelah dua tahun, saya memandang airsoft sebagai sebuah hobi yang menyenangkan karena ya memang menyenangkan. Terutama jika Anda easy-goers yang ingin menikmati suasana berbeda dari kehidupan sehari-hari. Memang, kalau sekedar berbeda, ada banyak pilihan. Namun, airsoft juga menawarkan banyak hal positif. Misalnya belajar untuk bersikap tenang, strategis dan efektif serta disiplin. Terutama disiplin menabung, karena airsoft relatif butuh budget yang cukup besar jika ingin tampil keren. Saya untungnya manusia yang simple. Jadi ya, simple saja. Kalau ada biaya lebih, ya beli. Kalau tidak, ya ngerayu teman untuk barter saja. Keren kan?! :P

Tapi soal kekonyolan-kekonyolan, sampai saat ini masih sering terjadi. Di area skirmish, pernah lho saya menembaki posisi  spotter saya – partner sniper yang bertugas membantu membidik sasaran dan melindungi main shooter jika terjadi intense fire-fight – gara-gara ia kebelet pipis tapi tidak memberi tahu. Hasilnya, spotter saya itu balas menembak – karena mengira saya musuh sambil memanggil-manggil  minta bantuan.  Tentu saja, lewat radio, saya membalas dengan panik, “Under fire, under fire!” Benar-benar tolol! :D

Kekonyolan terbaru terjadi belum lama ini. Putri kecil saya, Bthari, tampaknya sangat penasaran pada peralatan airsoft saya, terutama pada IBH Helmet plus NVG yang nangkring di situ. Tiap kali saya membenahi peralatan airsoft, ia selalu memperhatikan dengan pancaran mata ingin tahu. Saat itu saya sibuk mengutak-atik side-arm yang terjatuh ke lumpur dan membiarkan helmet dan NVG yang juga akan saya bersihkan, tergeletak di atas lantai. Bthari sampai menunggingkan tubuh mungilnya untuk mengintip helmet itu dari depan. "Itu NVG nak," ujar saya sambil menahan tawa. "Night Vision Goggle. Kalau pakai itu, adek bisa melihat kodok lagi nyanyi di sawah malam-malam!" Tahu apa yang terjadi? Ia menarik NVG itu lalu menyeretnya (berikut helmetnya) di atas lantai, berlari ke teras rumah! "Ayaaah... kodoknya lucu," teriaknya tanpa dosa sambil menunjuk ke arah sawah di depan rumah. Ampuuun... untung helmet dan NVG second dan murah!

Kalau saya menyukai peran sniper itu bukan karena saya jagoan menembak, tapi karena kebanyakan peran ini hanya perlu nyumput (bahasa Sunda ; ngumpet, Red.) dan tidak perlu lari-lari sembari teriak-teriak. Dan helmet ber-NVG - saya beli karena kepengen gaya - memang kurang cocok untuk peran itu. Mungkin sudah waktunya ayah jual ya dek. Uangnya kita pakai buat beli snipers camouflage-suit... berbentuk kodok! Pasti ayah selamat sehat wal-afiat. Kan, airsofter dilarang menembak hewan! :D

Rabu, 30 Mei 2012

BAGAIMANA SIH CARANYA NGE-SAR?


Gara-gara musibah SUKHOI SJ100 kemarin, saya banyak ditanya soal Search and Rescue - SAR. Padahal, saya sama sekali bukan ahli SAR. Saya cuma pernah dididik soal SAR dan ikut beberapa operasi SAR. Itu pun sebatas di daerah pegunungan. Tapi, santernya berita musibah SUKHOI SJ100 membuat beberapa teman bertanya dengan rasa ingin tahu. Saya sih, mencoba menjelaskan sesederhana mungkin saja. Karena operasi SAR memang sederhana dalam teori. Namun prakteknya, bisa bertolak belakang lebih dari 180O!

Search and Rescue itu, ya upaya yang dilakukan secara terencana dan metodis untuk menyelamatkan seseorang atau sekelompok orang yang tidak bisa menolong dirinya sendiri. Dari segi medannya, ada beberapa jenis SAR ; Mountain and Remote Area SAR, Urban SAR (USAR), Ground SAR, Sea and Air SAR sampai Combat SAR. Tidak usah terlalu serius soal ini. Jenis-jenis SAR ini cuma batasan yang sangat cair sifatnya. Yang jelas, SAR dilakukan di mana pun, kapan pun dan dengan beragam tujuan. Soal tujuan ini memang sering diperdebatkan. Memang tujuan SAR yang utama adalah menyelamatkan jiwa seseorang. Namun dalam banyak kasus, operasi SAR tetap dilakukan bahkan pada kondisi dimana kemungkinan hidup korban sudah dianggap tidak ada.

Kalau mau membahas jenis-jenis SAR berdasarkan medannya tadi, kita harus bicara berpanjang-panjang. Tapi karena pertanyaan utamanya adalah bagaimana, maka saya akan paparkan saja – sekali lagi, secara sederhana. Dan proses ini tidak berlaku secara khusus ya. Sebab semua negara memiliki Badan SAR resmi dengan tata cara dan metode sendiri walau aturan utamanya biasanya sama. Aturan ini dikeluarkan oleh badan SAR internasional yang menjadi afiliasi badan-badan SAR resmi negara-negara anggotanya.

Pertama-tama, alarm tanda bahaya dibunyikan! Saat itu, semua elemen SAR bersiaga. Ada elemen operasi, elemen komunikasi, elemen data dan dokumentasi dan elemen administrasi serta logistik juga elemen lain sesuai kebutuhan. Masing-masing elemen ini mulai menjalankan tugasnya sampai kepastian bahwa kondisi darurat bencana atau musibah memang diyakini terjadi.

Nah, setelah musibah diyakini benar-benar terjadi, elemen operasi pun langsung memegang kendali. Di elemen ini bekerja individu-individu yang memang terlatih untuk merencanakan, mempersiapkan, memimpin dan mengendalikan operasi SAR. Semua proses ini dilakukan dengan dukungan penuh elemen lain. Elemen komunikasi, misalnya, bekerja menyebarluaskan berita, menyediakan saluran komunikasi paling efektif sekaligus memberi informasi yang akurat pada masyarakat. Elemen data dan dokumentasi, bekerja menyediakan semua data yang dibutuhkan untuk menyusun perencanaan operasi SAR yang efektif. Sedangkan elemen administrasi dan logistik mengurus soal-soal biaya, peralatan dan sarana hingga sukarelawan.


Lalu, ditunjuklah SAR Coordinator - SC, Inilah jenderal yang memimpin operasi SAR. Ia dibantu oleh SMC – SAR Mission Coordinator, komandan operasional yang bertugas mengatur semua hal menyangkut operasi SAR di lapangan. SMC inilah yang menentukan Search Area, daerah pencarian yang ditetapkan secara hati-hati dengan beragam pertimbangan dan metode. Setelah Search Area ditetapkan, strategi SAR pun disusun dengan cepat untuk dilaksanakan oleh OSC – On Scene Commander, komandan lapangan yang bertugas sebagai pengendali-pengendali SRU – Search and Rescue Unit, unit-unit pencari, ujung tombak operasi SAR di lapangan.

Dalam operasi SAR dikenal banyak metode penetapan Search Area, metode pencarian, metode penyelamatan dan metode evakuasi. Metode mana yang digunakan, tergantung dari medan, sarana yang tersedia serta tingkat keahlian para personil SAR di lapangan. Untuk Mountain and Remote SAR, Ground SAR, Sea and Air SAR, metode yang paling krusial umumnya adalah metode pencarian mengingat Search Area-nya relatif luas. Untuk Urban SAR, biasanya metode penyelamatan sangat krusial. Korban yang terperangkap di reruntuhan gedung, misalnya, membutuhkan teknik penyelamatan yang jauh lebih rumit. Tentu saja, semua tidak rigid. Dalam kasus musibah SUKHOI SJ 100, metode evakuasi justru menjadi masalah krusial karena lokasi musibah yang sulit dicapai.

Lalu, keahlian seperti apa sih yang harus dikuasai para anggota SAR?

Ya, tergantung tugasnya, tentu saja. Mereka yang sanggup menjabat tugas sebagai SC, SMC dan OSC tentu bukan orang-orang sembarangan. Mereka tidak hanya terlatih secara teknis, namun terlatih pula secara teoritis dan akademis. Jangan salah, SAR juga ada sekolahnya! Para komandan ini, bukan hanya sanggup terjun ke lapangan, tapi juga sanggup memenej sebuah kegiatan yang harus dilakukan secara tepat dan cepat. Efisien dan efektif. Keahlian memenej inilah yang tidak bisa dilakukan sembarangan orang ; ada unsure kepemimpinan, pengambilan keputusan, perencanaan dan seterusnya. Ingat, semua proses ini diburu waktu! Konsekuaensinya sederhana ; hidup atau mati! Jadi, sekali lagi, tidak semua orang sanggup.

Para anggota SAR di lapangan pun adalah individu yang terlatih secara menyeluruh ; keterampilan dan mental fisik. Banyak yang mengira anggota SAR di lapangan hanya perlu menguasai keterampilan survival dan navigasi. Ini salah besar! Para anggota SAR di lapangan juga harus mampu menguasi teknik-teknik mountaineering (seperti rock climbing dan teknik vertical rescue-nya), P3K, evakuasi bahkan membaca jejak dan menguasai bahasa komunikasi internasional. Pada Urban SAR, para anggota SAR juga dibekali keterampilan menyangkut bahaya di daerah perkotaan ; bahaya yang umumnya disebabkan karena gagalnya sarana dan prasarana buatan manusia seperti gedung, saluran gas bawah tanah atau jaringan listrik. Para anggota Urban SAR juga kerap dibekali ilmu arsitectural hazard ; bahaya arsitektural yang umumnya dihadapi di lapangan. Dengan ilmu ini, para anggota SAR tahu mana gedung yang aman dimasuki atau tidak setelah gempa 8 Skala Richter, misalnya. Untuk operasi  SAR di perairan, para anggota SAR dilatih keterampilan menyelam. Tentu saja, keterampilan menyelam yang jauh lebih tinggi dari sekedar menyelam untuk rekreasi. Yang pasti, tugas utama para anggota SAR di lapangan adalah to locate, to stabilize dan to evacuate para korban yang masih hidup. Jadi, ini bukan sekedar perkara mengangkat tandu!

Bagaimana dengan para sukarelawan? Apakah mereka juga wajib menguasai keterampilan-keterampilan seperti itu? Idealnya sih begitu! Sukarelawan kan bertujuan untuk membantu, bukan merepotkan! Yang jelas para sukarelawan harus bersedia secara jujur menginformasikan tingkat dan keterampilan yang dikuasainya dan bersedia menerima tanggungjawab yang diberikan padanya sesuai tingkat dan jenis keterampilannya tadi. Jangan malu! Operasi SAR bukan sebuah perlombaan atau ajang gagah-gagahan.Bukan arena adu pintar atau adu benar! Operasi SAR adalah sebuah kesempatan untuk belajar menghargai kehidupan. Bekerja di dapur umum pos komando, menyediakan makanan dan minuman hangat untuk regu-regu pencari yang kelelahan agar mereka bisa kembali bekerja dengan efektif dan tidak kehilangan semangat, juga sama mulianya!

Bagaimana? Jelas? Mudah-mudahan. Sederhana? Sama sekali tidak, bukan! J

Rabu, 07 Maret 2012

DI GUNUNG, NAK... TIDAK ADA TOKO MAKANAN KALAU KALIAN LAPAR!


Hari baru saja berganti, 4 Mei 1976, 12.30 dini hari. Suara gemuruh datang di kejauhan. Perempuan itu tidak bisa mengelak. Longsoran salju terlalu cepat dan mendadak. Ia terkubur hidup-hidup. Meski mencoba bertahan, shock membuatnya tak sadarkan diri. Hanya 6 menit, sebelum seorang sherpa menariknya keluar dari timbunan salju yang membekukan. Terguncang hebat, perempuan itu hanya bisa terdiam, menatap langit biru mengatur napas di udara 6.300 meter dari permukaan laut yang tipis. Hal terakhir yang ia ingat sebelum tak sadarkan diri adalah putri kecilnya yang berumur 3 tahun, Noriko, jauh di seberang lautan. “Gunung mengajarkan saya, “ ucapnya kemudian, “Bahwa hidup tidak boleh disia-siakan!”

Dua belas hari kemudian, dunia mencatat namanya ; Junko Tabei, wanita pertama yang berhasil mendaki Mount Everest, gunung tertinggi di dunia. Tanggalnya, 16 Mei 1975. Umurnya saat itu, 35 tahun.  Seperti semua puncak gunung di dunia – tak peduli berapapun tingginya – tidak ada apa-apa di puncak Everest. Tabei bahkan mengaku, ia tidak lantas dilanda kegembiraan. “Saya hanya senang, tidak harus mendaki lagi,” ucapnya polos. Di puncak itu, Tabei memandang ke bawah. Mengingat nama-nama 14 pendaki wanita Jepang yang berangkat bersamanya dan terkubur bersama saat avalanche datang. “Tidak ada seorangnpun yang tewas. Dan itu yang mendorong saya ke puncak!”


Dilahirkan dengan nama belakang Ishibashi, 22 September 1939, Junko bukan anak perempuan yang sangat sehat. Ada masalah kesehatan pada paru-parunya. Ia lemah dan sakit-sakitan. Pada umur 10 tahun, Junko yang bosan diejek, tiba-tiba saja menemukan dunia baru yang mencengangkan saat darmawisata sekolah. Sebuah gunung menyandera pandangannya. Gunung itu, Asahi kemudia didakinya bersama seorang guru dan beberapa temannya. Setelah itu, ia bersikeras mendaki Chausu. “Saat itu, mendaki gunung bukan sebuah pilihan bijak,” paparnya. “Kami baru saja bangkit dari kehancuran dan kami harus lebih khawatir soal apa yang bisa kami makan .”

Tapi Junko tidak menyerah. Ia menyesuaikan diri.

Di bangku kuliah, Junko diam-diam bergabung dengan klub pendaki gunung. Mahasiswa lain mencemoohnya ; menyangka ia bergabung karena ingin mencari jodoh. Junko tidak peduli. Ketika ia berhasil mendaki Fujiyama, seluruh isi kampus tersenyum padanya dengan hormat. Umur 27 tahun ia menikah dengan   Masanobu Tabei, seorang pendaki gunung yang cukup popular di Jepang. Pernikahannya ditentang sang ibu hanya karena Masanobu tidak pernah kuliah. 

Junko kembali menyesuaikan diri. Ia menunjukkan cintanya dengan menjadi istri yang baik seperti adat Jepang. Sang ibu akhirnya menyerah, meski tahu Junko belum menghapus kecintaannya pada gunung dan petualangan.

Bertahun setelah mendaki Everest, Junko Tabei mendatangi Indonesia pada tahun 1992. Wanita mungil ini amat ramah dan rendah hati. Tak berhenti berterima kasih karena sudah diterima dan diizinkan mendaki Cartenz Pyramide. Setelah pendakian itu, ia menjadi Seven Summiter pertama di dunia – wanita pertama yang mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua. Menjadi orang ke 36 mendaki Everest dan Seven Summiter wanita pertama membuat Junko amat popular dan dihormati. Lagi-lagi, Junko melakukan penyesuaian meski sebenarnya ia tidak pernah menyukai popularitas dan tanggungjawab yang mengikuti popularitas itu. Setelah ekspedisi Everest, Junko menolak sponsorship. “Sponsorship membuat saya merasa mendaki tidak untuk diri saya sendiri. Membuat saya merasa bekerja untuk perusahaan pemberi dana,” ujarnya.

Kini Tabei aktif mengajarkan pentingnya kelestarian alam dan tetap bersemangat mendaki. Mendorong kaum wanita muda Jepang untuk menggapai impian dan cita-cita mereka. Tapi, betapapun hebat pencapaiannya, di rumah, Junko adalah istri dan ibu. Manasobu, sang suami berujar kalau ia bisa saja menghapus semua impian Junko bertahun-tahun lalu. “Ia akan menurut. Percayalah, ia akan menurut dan menjadi ibu rumah tangga biasa,” ujarnya. “Tapi justru karena ia akan menurut yang membuat saya yakin ; ia harus menggapai impiannya!” Manasobu juga menolak anggapan kalau ia seorang suami yang sangat baik dan pengertian. “Bukan soal itu,” ujarnya. “Ini soal ketulusan pada takdir dan hakikat diri kita.” Ia mengatakan bahwa kehebatan Junko adalah kemampuannya dan kemauannya untuk menyesuaikan di diri di saat yang tepat.  “Setelah membuktikan bahwa ia istri dan ibu yang baik, menjadi kewajiban saya untuk mendorongnya menggapai impiannya! Itu naluriah!”

Sang putri, Noriko, berujar singkat soal ibunya, “Sebenarnya, ia bukan pendaki gunung. Ia seorang ibu!” Bagaimana tidak. Pertama kali mengajak Noriko dan adik laki-lakinya, Shinya, mendaki gunung, yang pertama kali diucapkan Junko adalah, “Di gunung, nak… tidak ada toko makanan kalau kalian lapar!”  Lalu? “Ia memasak saat waktu makan dan menyuruh kami menghabiskan makanan kami  tanpa sisa,” ujar Noriko sambil tertawa.  “Kami katakan ; baik ibu! Tidak ada toko makanan kalau bekal kita habis!”