Makara ; mahluk penjaga gerbang . Biasanya ditemukan dalam pahatan pintu-pintu candi. Dan percayakah Anda bahwa setiap manusia memiliki 'penjaga gerbang'nya sendiri? Jika Anda bertanya soal kalimat itu, Anda harus curiga kemana nurani Anda pergi! Sebab, itulah, sang nurani, penjaga gerbang Anda ; batas antara dua sisi berbeda yang ada dalam setiap manusia - jiwa dan raganya. Itu pula sebabnya, kata 'Bacalah' - kata pertama dalam ayat pertama, surat pertama pada kitab suci saya tidak selalu berarti begitu. Jadi mulailah mencari arti yang sebenarnya. Walau terdengar absurd...

Selasa, 05 Juni 2012

BTHARI, AIRSOFT, NVG DAN KODOK DI SAWAH


Tahu dong airsoft-gun. Ini hobi bagi military enthusiast. Konsep hobi ini terus berkembang sejak pertama kali ditemukan dan dilakoni. Gara-garanya pelarangan pemilikan senjata api di Jepang pada 1970-an, yang membuat diciptakannya replika senjata dengan peluru plastik. Awalnya cuma digunakan untuk perang-perangan. Lalu, entusiasme ini berkembang. Selain replika senjata yang makin mirip, para pelakunya juga meniru operator militer dari elemen pakaian, perlengkapan hingga taktik perang. Tahun 1990-an hobi ini merambah Amerika sebelum kemudian merambah dunia, termasuk Indonesia.

Bicara airsoft memang bisa sangat panjang. Sebab hobi ini, terus menerus berkembang sampai pada taraf yang mencengangkan. Dulu replika senjata berkerja dengan sistem spring – per, pegas. Sekarang ada yang bekerja dengan gas bahkan batere listrik. Peralatan dan uniform untuk airsoft-gun pun berkembang makin beragam, Rasanya, tidak ada elemen militer – dalam tingkat individu, setahu saya – yang tidak dikopi oleh para airsofter. Memang tercatat penggunaan truk, bahkan tank, dalam skirmish – di Amerika dan Swedia. Tapi tentu saja, cuma untuk menciptakan atmosfir “perang beneran”.

Soal skirmish – istilah yang paling sering digunakan untuk aksi perang-perangngan selain MilSym – Military Simulation, ada banyak peran yang bisa dipilih oleh para airsofter. Tergantung skenarionya. Tergantung eventnya. Di skirmish militer modern atau, katakanlah, Perang Dunia II dan Perang Vietnam, peran regular army, special forces sampai snipers, bisa dipilih. Teori dan skenarionya sih, peran mereka berbeda. Tapi, percayalah, pada prakteknya, seringkali amburadul. Maklum, semirip-miripnya airsofter, mereka tetap bukan professional operator.

Skirmish atau MilSim, bisa berlangsung beberapa jam, bahkan beberapa hari di lokasi yang sudah disepakati. Di sinilah para airsofter yang sudah dibagi menjadi kubu-kubu terpisah saling adu tembak, adu strategi, adu teriak, adu ledek sekaligus cekikikan dan menjerit kesakitan kalau terhantam BB – peluru plastik bulat berukuran normal 6-8 mm, di bagian tubuh yang tidak terlindungi. Tentu saja, meski relatif aman, ada standar keamanan dan keselamatan yang mesti dipatuhi para airsofter. Jadi, selain untuk entusiasme, peralatan dan uniform yang digunakan para airsofter pun berfungsi sebagai pelindung.

Kalau bicara peran, saya memilih jadi sniper. Makanya, sejak awal ikut-ikutan hobi ini, saya langsung mengincar replika sniper-rifle. Berhubung newbie tapi sok tahu, saya langsung mencari sniper-rifle idaman saya ; M14, Remington 700 atau Vintorez SS. Syukur-syukur kalau bisa dapat yang klasik macam Moshin Nagant, Garant M1C-D atau Mauser K98 dan Gehwer G43 yang legendaris itu. Hasilnya, “Emangnya yang punya pabrik babe lu!” kata teman saya, airsofter senior yang saya tanya-tanya soal itu. “Udah, pake M16 gue aja! Sok gaya lu!” ucapnya lagi sembari menyodorkan replika unit itu. Ternyata jenis-jenis sniper-rifle tadi  belum ada di pasaran waktu itu. Entah sekarang. Jenis paling popular yang ada saat itu adalah Dragunov dan L96 Accuracy International. Meski kecewa, barang second yang entah berapa kali dimodifikasi itu pun saya beli juga akhirnya.  Selain sniper-rifle, saya juga membeli ghillie suit, uniform dan tactical vest – rompi tempur, yang sepertinya cocok untuk peran yang saya pilih. Tentu saja, peralatan keamanan macam goggles, glove dan tetek bengek lainnya terpaksa dibeli pula. Syukurlah, semuanya second. :p

Niat saya saat itu cuma ingin perang-perangan. Titik. Jadi, istilah geardo – entusias yang getol meniru operator asli, collector dan aliran airsofter lain, tidak terlalu menarik minat saya. Dan, keinginan saya tadi terkabul saat mengikuti skirmish pertama kali. Karena bukan klub resmi, kami bersepuluh memilih kawasan Situ Gunung sebagai areanya. Skenarionya sederhana ; 2 X 24 jam, five on five, deathmatch! Benar-benar seenaknya, karena bahkan pihak Taman Nasional tidak tahu kalau ada 10 sniper palsu sedang sok bergerilya di situ. Yang ini, jangan ditiru! Bergabunglah dengan klub. Bermainlah di area khusus yang sudah disepakati dan diizinkan. Ini menyangkut keamanan, keselamatan dan kesadaran untuk tidak membuat orang lain jantungan dan terkaget-kaget!

Kembali lagi, ternyata, jadi sniper itu menyebalkan! Terutama jika lawannya pun sniper! Jangan membayangkan perang seru ala film Enemy At The Gates, Shooter atau Sniper-nya Tom Berenger. Boro-boro seru. Yang pertama, kami harus (sok) invincible. Jadi awalnya, berjalan pun harus menunduk-nunduk, merayap atau merangkak. Padahal belum tentu ada musuh yang mengincar. Selain itu, udara di kawasan yang dingin pada malam dan dini hari, membuat kami lupa prinsip-prinsip sniper ; no light, no smoke, no sound, nothing! Semuanya dilanggar. Terutama no smoke ; karena 8 dari 10 sniper gadungan itu perokok berat dan penikmat kopi  yang pasti merasa berdosa kalau tidak membuat api unggun, menyeduh kopi  dan mengisap rokok di udara dingin pegunungan. Walhasil, dua malam itu, yang terjadi bukan perang sniper, tapi camping dan hiking sambil membawa unit airsoft. :D

Masalahnya adalah area tempur yang terlalu luas. Tujuan sekenario yang terlalu umum ; kill every enemy, dan waktu yang terlalu lama untuk para pemula. Setelah 2 X 24 jam itu, tidak ada yang tewas dengan sukses. Hanya sekali terjadi kontak dan 10-15 kali tembakan asal-asalan karena masing-masing kubu langsung sibuk “menghilangkan-diri”. Setelah semua usai dan kami berkumpul, barulah disadari bahwa selama 48 jam itu, kami ternyata lebih sering dipisahkan oleh 2 buah bukit! Lha, bagaimana mau perang? Hhuh, sudah merayap-rayap pula!

Sekarang, setelah dua tahun, saya memandang airsoft sebagai sebuah hobi yang menyenangkan karena ya memang menyenangkan. Terutama jika Anda easy-goers yang ingin menikmati suasana berbeda dari kehidupan sehari-hari. Memang, kalau sekedar berbeda, ada banyak pilihan. Namun, airsoft juga menawarkan banyak hal positif. Misalnya belajar untuk bersikap tenang, strategis dan efektif serta disiplin. Terutama disiplin menabung, karena airsoft relatif butuh budget yang cukup besar jika ingin tampil keren. Saya untungnya manusia yang simple. Jadi ya, simple saja. Kalau ada biaya lebih, ya beli. Kalau tidak, ya ngerayu teman untuk barter saja. Keren kan?! :P

Tapi soal kekonyolan-kekonyolan, sampai saat ini masih sering terjadi. Di area skirmish, pernah lho saya menembaki posisi  spotter saya – partner sniper yang bertugas membantu membidik sasaran dan melindungi main shooter jika terjadi intense fire-fight – gara-gara ia kebelet pipis tapi tidak memberi tahu. Hasilnya, spotter saya itu balas menembak – karena mengira saya musuh sambil memanggil-manggil  minta bantuan.  Tentu saja, lewat radio, saya membalas dengan panik, “Under fire, under fire!” Benar-benar tolol! :D

Kekonyolan terbaru terjadi belum lama ini. Putri kecil saya, Bthari, tampaknya sangat penasaran pada peralatan airsoft saya, terutama pada IBH Helmet plus NVG yang nangkring di situ. Tiap kali saya membenahi peralatan airsoft, ia selalu memperhatikan dengan pancaran mata ingin tahu. Saat itu saya sibuk mengutak-atik side-arm yang terjatuh ke lumpur dan membiarkan helmet dan NVG yang juga akan saya bersihkan, tergeletak di atas lantai. Bthari sampai menunggingkan tubuh mungilnya untuk mengintip helmet itu dari depan. "Itu NVG nak," ujar saya sambil menahan tawa. "Night Vision Goggle. Kalau pakai itu, adek bisa melihat kodok lagi nyanyi di sawah malam-malam!" Tahu apa yang terjadi? Ia menarik NVG itu lalu menyeretnya (berikut helmetnya) di atas lantai, berlari ke teras rumah! "Ayaaah... kodoknya lucu," teriaknya tanpa dosa sambil menunjuk ke arah sawah di depan rumah. Ampuuun... untung helmet dan NVG second dan murah!

Kalau saya menyukai peran sniper itu bukan karena saya jagoan menembak, tapi karena kebanyakan peran ini hanya perlu nyumput (bahasa Sunda ; ngumpet, Red.) dan tidak perlu lari-lari sembari teriak-teriak. Dan helmet ber-NVG - saya beli karena kepengen gaya - memang kurang cocok untuk peran itu. Mungkin sudah waktunya ayah jual ya dek. Uangnya kita pakai buat beli snipers camouflage-suit... berbentuk kodok! Pasti ayah selamat sehat wal-afiat. Kan, airsofter dilarang menembak hewan! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar